+ 62 851-7991-3519
Hubungi Kami
Seluruh Berita Dari : Cerita Pendek
01/07/2025
Cerpen : Bayangan yang Tak Pernah Pergi
Super Admin
Dimas menatap keluar jendela kelas, matanya kosong, pikirannya berkelana. Di luar, langit mendung seolah ikut merayakan kemurungan hatinya. Di sisi lain kelas, Fajar sedang tertawa bersama teman-teman, dikelilingi perhatian, seperti biasa.“Kenapa sih, semua orang suka sama Fajar?” gumam Dimas dalam hati. “Padahal... dia nggak sepintar itu, nggak sepandai itu, cuma... lebih gampang disukai.”Sejak awal masuk SMA, Dimas dan Fajar memang bersahabat. Tapi semakin lama, Dimas merasa hubungan itu berat sebelah. Fajar terlalu bersinar, terlalu menarik perhatian. Nilai Fajar biasa saja, tapi guru-guru menyukainya karena sikapnya yang ramah. Teman-teman selalu mengajaknya nongkrong, termasuk Dita, cewek yang diam-diam disukai Dimas sejak kelas X.Dan hari itu, semuanya memuncak. Dimas melihat Dita tertawa renyah saat Fajar memberinya permen lollipop, candaan mereka mengalir tanpa beban. Dimas menggenggam buku di tangannya kuat-kuat, sampai ujungnya sedikit melengkung.Sepulang sekolah, Dimas menulis diari. Satu-satunya tempat ia bisa jujur:"Aku benci dia. Aku benci bagaimana semua orang selalu membandingkan aku dengan Fajar. Aku benci merasa seperti bayangan. Aku ingin dia pergi. Tapi aku tahu, aku hanya pengecut yang tak bisa berbuat apa-apa."Keesokan harinya, kabar mengejutkan datang. Fajar pindah sekolah, mendadak. Tak ada perpisahan, tak ada penjelasan. Hanya satu pesan suara yang ia kirim ke Dimas:"Gue minta maaf ya, Dim. Gue tahu lo ngerasa gue kayak... ngambil semua yang lo pengen. Tapi lo harus tahu, gue nggak pernah pengen saingan sama lo. Gue pindah karena alasan pribadi... Tapi gue harap lo bisa lebih bebas tanpa gue."Dimas bingung. Bebas? Harusnya dia senang, kan? Tapi yang ia rasakan malah... kosong.Waktu berlalu. Tanpa Fajar, Dimas memang lebih menonjol. Ia mulai dekat dengan Dita, mulai punya lebih banyak teman. Tapi setiap kali tertawa bersama mereka, ada perasaan aneh yang mengganjal.Hingga suatu hari, saat membantu guru bersih-bersih ruang BK, Dimas menemukan sebuah amplop tertulis: “Untuk Dimas – dari Fajar.”Tangannya gemetar saat membuka surat itu."Dim, kalau kamu baca ini, berarti aku sudah nggak di sekolah. Aku pindah karena harus terapi intensif. Aku kena kanker limfoma, dan mulai lelah berpura-pura sehat di depan semua orang. Aku tahu kamu sering ngerasa iri. Tapi tahu nggak? Aku selalu iri sama kamu. Kamu lebih pintar, lebih disiplin, dan nggak harus hidup dengan rasa takut tiap malam. Aku sering mikir, kalau aku bisa tukar tempat sama kamu, aku mau. Tapi hidup nggak sesimpel itu, ya?""Aku nggak minta lo maafin gue, cuma pengen lo tahu: kadang, yang kita iri-in... justru yang paling menderita diam-diam."Dimas duduk terdiam. Matanya berkaca-kaca. Dunia seakan runtuh dalam senyap.Dan untuk pertama kalinya, ia menangis — bukan karena cemburu, tapi karena kehilangan sesuatu yang tak akan pernah kembali.
10/06/2025
Cerpen : Langkah Pertama Vira
Super Admin
Pagi itu langit SMA Pancasila tampak mendung, seolah tahu bahwa hati Vira pun sedang serupa—penuh awan tebal dan pertanyaan tanpa jawaban.Vira, siswi kelas XI IPA, dikenal sebagai anak pintar tapi pendiam. Ia selalu duduk di bangku ketiga dari depan, dekat jendela, mencatat setiap penjelasan guru dengan rapi, dan tak pernah berbicara kecuali diminta.Namun hari itu berbeda. Ada pengumuman tentang lomba debat antar sekolah, dan Bu Anita, guru Bahasa Indonesia, menunjuk Vira sebagai salah satu perwakilan.“Aku?” tanya Vira dengan mata membesar. “Tapi saya tidak pandai bicara di depan orang banyak…”“Kamu tidak perlu sempurna, Vira. Kamu hanya perlu mulai,” jawab Bu Anita sambil tersenyum.Vira ingin menolak. Ia nyaris mengatakan bahwa ada banyak murid lain yang lebih fasih, lebih percaya diri, lebih ‘cocok’. Tapi ada sesuatu dalam nada bicara Bu Anita—keyakinan, mungkin—yang membuatnya diam dan mengangguk pelan.Latihan dimulai tiga hari kemudian. Vira dipasangkan dengan Rangga, siswa yang berkebalikan dengannya: ekspresif, lantang, dan… sedikit menyebalkan.“Kalau kamu cuma diam waktu debat, kita bisa kalah. Kamu tahu itu, kan?” celetuk Rangga saat latihan pertama.Vira menunduk. Kata-kata seperti menampar. Tapi alih-alih menyerah, ia pulang dan berdiri di depan cermin, melatih intonasi, mengatur napas, menyiapkan argumen.Seminggu berlalu. Lalu dua. Hingga tibalah hari lomba. Tim mereka berhadapan dengan sekolah favorit yang terkenal kuat dalam debat. Saat giliran Vira maju, tangannya gemetar. Tapi ia ingat kata-kata Bu Anita: "Kamu hanya perlu mulai."Dan ia mulai. Satu kalimat. Lalu dua. Perlahan, suaranya mantap. Ia menyampaikan argumen dengan tenang, logis, dan tajam. Wajah Rangga yang awalnya cemas, berubah menjadi takjub.Tim mereka tidak juara satu, tapi masuk tiga besar—prestasi pertama SMA Pancasila di lomba debat.Sepulang lomba, Rangga menepuk pundaknya.“Kamu jago juga kalau sudah mulai bicara. Kita harus latihan lagi buat lomba bulan depan!”Vira tersenyum kecil. Untuk pertama kalinya, ia merasa kata-katanya punya tempat, dan lebih dari itu—ia percaya pada dirinya sendiri.
03/06/2025
Cerpen : Jepretan Terakhir
Super Admin
Arga bukan siapa-siapa di sekolah. Ia bukan ketua OSIS, bukan atlet basket, bukan juga yang suaranya lantang di kelas. Ia tak punya lingkaran pertemanan ramai, apalagi pengikut di media sosial. Tapi ia punya satu hal yang jarang dimiliki anak seusianya—sebuah kamera tua, warisan dari ayahnya yang dulu seorang fotografer jalanan.Sejak kecil, Arga lebih suka berbicara lewat gambar. Ia jarang bersuara, tapi matanya tak pernah berhenti mencari cerita. Hasil jepretannya—entah bagaimana caranya—sering muncul diam-diam di mading sekolah. Potret anak-anak yang tertawa di lorong, bayangan pohon di tembok tua, guru yang menguap di tengah pelajaran. Tak ada nama, tak ada tanda tangan. Tapi semua tahu: itu pasti karya Arga.Lalu suatu hari, sekolah mengumumkan lomba dokumentasi kehidupan siswa. Hadiahnya: beasiswa penuh hingga lulus. Arga mendaftar, tanpa banyak bicara. Tak ada yang menyangka. Tapi ia tahu, ini mungkin satu-satunya jalan untuk bisa terus berjalan.Sejak hari itu, Arga mulai lebih aktif—bukan dalam kata, tapi dalam pengamatan. Ia membawa kameranya ke mana-mana, membingkai kehidupan sekolah dari balik lensa. Anak-anak yang bermain, daun yang jatuh, senyum yang samar.Tapi ada satu objek yang terus menarik perhatiannya: Reno.Reno adalah kebalikan Arga. Pintar, tenang, aktif di OSIS, dan selalu berhasil membuat orang merasa nyaman. Ia sosok teladan yang dihormati dan disukai semua orang. Tapi lensa Arga menangkap lebih dari yang mata biasa lihat.Dalam beberapa jepretan, Reno tersenyum saat bersama teman-temannya. Tapi ketika tak ada yang melihat, matanya tampak redup. Seolah menyimpan lelah yang tak bisa dibagi. Dalam satu foto yang diambil dari kejauhan, Reno berdiri sendiri di balkon lantai dua, memandangi langit senja. Tak ada senyum. Hanya tatapan kosong yang menggantung.Rasa penasaran membuat Arga mendekatinya. Perlahan, tanpa tergesa. Mereka mulai ngobrol sepulang sekolah—di perpustakaan, di taman, kadang hanya duduk diam. Reno, yang biasanya terlihat sempurna, mulai terbuka sedikit demi sedikit.Suatu sore, saat langit menggurat jingga dan angin membawa guguran daun, Reno bertanya, “Lo pernah ngerasa... hidup ini bukan tempat lo seharusnya ada?”Arga menatapnya. Tak menjawab. Hanya mengangguk pelan.Keesokan harinya, Reno tidak datang ke sekolah.Arga gelisah. Jam-jam berlalu tanpa kabar. Saat semua pulang, ia tetap menunggu. Hingga akhirnya, sebuah ingatan menuntunnya ke balkon itu.Kosong.Tapi di pagar, ada secarik kertas tertempel dengan selotip.Sebuah surat. Ditujukan untuknya.Terima kasih, Arga. Kamu satu-satunya yang beneran ngelihat aku. Hari ini aku nggak ke sekolah... tapi bukan karena aku menyerah. Aku pergi untuk sembuh. Aku butuh tempat yang nggak nuntut aku jadi sempurna.Teruslah motret. Kamu lihat hal yang orang lain lewatkan. Itu luar biasa.Jangan cari aku. Tapi... terima kasih, ya.Arga berdiri lama di sana. Dunia di sekelilingnya terasa diam. Hanya langit senja yang berubah warna perlahan, seperti hati yang belum tahu harus ke mana, tapi tahu harus tetap berjalan.Setahun kemudian, Arga berdiri di galeri pameran final lomba fotografi nasional. Ia menang.Di tengah ruangan, terpajang sebuah foto besar berjudul Tatapan yang Kembali. Sebuah potret Reno di balkon, dengan langit senja di belakangnya dan sorot mata yang tak banyak orang perhatikan—mata yang menyimpan beban, tapi juga harapan.Banyak pengunjung yang terpaku. Beberapa meneteskan air mata.Seseorang bertanya, “Apa maksud judulnya?”Arga menjawab pelan, nyaris seperti bisikan, “Aku percaya… dia akan kembali dengan tatapan yang baru. Lebih hidup. Lebih bebas.”
19/05/2025
Cerpen : Nilai Tambahan
Super Admin
Tari adalah siswi kelas 12 yang dikenal biasa-biasa saja. Nilainya cukup, tak menonjol. Ia tidak populer, tidak aktif di OSIS, bukan atlet, bukan juga seniman. Bahkan wali kelasnya sering lupa namanya saat absen. Ia duduk di bangku tengah, ikut pelajaran, pulang, dan mengulang hari yang sama. Diam-diam, ia menyukai pelajaran Bahasa Indonesia, terutama saat disuruh menulis esai. Tapi karyanya tak pernah dibacakan di depan kelas. Selalu kalah oleh siswa yang lebih pandai bicara atau lebih menarik perhatian guru. Suatu hari, Bu Risa, guru Bahasa Indonesia, memberi tugas akhir semester: “Tulis surat kepada seseorang yang tidak pernah tahu betapa besar pengaruhnya dalam hidupmu.” Tugas ini akan diberi “nilai tambahan”, dan pemenangnya akan dibacakan di upacara perpisahan kelas 12 nanti. Tari menulis. Ia menulis dengan jujur—bukan kepada orang tua, bukan sahabat, bukan idola. Ia menulis kepada... satpam sekolah.  “Untuk Pak Anton,” "Saya tidak yakin Bapak tahu nama saya. Tapi setiap pagi saat saya datang, Bapak menyapa saya duluan. Di hari saya merasa tidak dianggap, Bapak bilang, ‘Semangat ya, dek.’ Dan di hari saya hampir menyerah, Bapak hanya bilang, ‘Senyum dikit, biar hari cerah.’ Saya ingin Bapak tahu, itu cukup membuat saya bertahan satu hari lagi. Dan itu sudah sangat berarti.” – Dari siswi biasa yang merasa diperhatikan.  Tari menyerahkan tugas itu dan lupa. Ia tidak berpikir akan menang. Hari perpisahan pun tiba. Semua siswa berdandan rapi, orang tua hadir, dan kepala sekolah berpidato panjang. Lalu, Bu Risa naik ke panggung dan berkata, “Tugas terbaik datang dari seseorang yang tidak pernah merasa istimewa, namun menulis dengan hati yang tulus.” Ia mulai membacakan surat Tari—tanpa menyebut nama penulisnya terlebih dahulu. Saat bagian “Untuk Pak Anton” terdengar, seluruh lapangan hening. Di sisi lapangan, Pak Anton, si satpam yang selalu berdiri menjaga gerbang, mematung. Di akhir pembacaan, Bu Risa berkata, “Dan penulis surat ini adalah... Tari.” Semua mata memandang Tari. Ia terkejut, wajahnya merah padam. Pak Anton berjalan perlahan ke depan panggung. Ia menatap Tari, lalu berdiri tegak dan memberi salut. “Terima kasih, Nak,” katanya, suaranya serak. “Saya nggak tahu saya segitu berartinya.”  Hari itu, bukan Tari yang menjadi bintang karena nilai akademik atau prestasi lain. Tapi karena ia melihat sesuatu yang tidak dilihat orang lain. Dan untuk pertama kalinya, Tari merasa benar-benar hadir. 
12/05/2025
Cerpen : Tugas yang Tak Terlihat
 Di sebuah sekolah menengah, terdapat seorang siswa bernama Ardi, yang selalu berusaha terlihat baik di mata teman-temannya. Namun, di balik senyum ramahnya, Ardi menyimpan sebuah kebiasaan yang tidak terpuji: ia sering menyontek tugas dari teman-temannya. Suatu hari, saat ujian matematika mendekat, Ardi merasa cemas. Meskipun ia sudah belajar, ia merasa tidak cukup siap. Ia pun memutuskan untuk menyontek tugas matematika temannya, Dika. Dika adalah siswa yang selalu mendapatkan nilai sempurna di kelas, dan Ardi tahu bahwa menyontek dari Dika bisa memberikan solusi cepat. Namun, di balik keputusan itu, Ardi tidak sadar bahwa ia sedang mengambil jalan pintas yang penuh dengan konsekuensi. Dika yang awalnya tidak sadar, akhirnya tahu bahwa Ardi selalu menyalin jawabannya. Awalnya, Dika ragu untuk mengatakan sesuatu. Namun, ia mulai merasa tidak nyaman melihat teman baiknya mengambil keuntungan dari kerja kerasnya. Dika pun memutuskan untuk berbicara. "Ardi, aku tahu kamu menyontek tugasku," kata Dika dengan suara tenang namun tegas. Ardi terkejut, wajahnya langsung berubah merah. "Apa maksudmu? Aku tidak..." "Jangan bohong, Ardi. Aku tahu kamu selalu menyalin jawabanku setiap kali ada tugas matematika. Aku tidak ingin kamu terus seperti ini," kata Dika lagi, kali ini dengan lebih serius. Ardi terdiam. Ia merasa malu, tetapi juga bingung. Di satu sisi, ia merasa tidak mampu menyelesaikan tugas tanpa bantuan, tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa tindakan itu salah. "Tapi aku takut nggak bisa mengerjakan tugas kalau nggak nyontek," jawabnya, mencoba mencari pembenaran. Dika menatap Ardi dengan bijak. "Menyontek itu seperti korupsi, Ardi. Kamu merampas hasil kerja keras orang lain untuk keuntunganmu sendiri. Jika kamu terus seperti ini, kamu nggak akan pernah tahu kemampuan sejati dirimu." Ardi merasa seperti tersadar dari sebuah mimpi buruk. Ia teringat bagaimana ia selalu menilai orang yang melakukan kecurangan dalam ujian atau tugas sebagai orang yang tidak jujur. Tapi, ia tidak pernah menyadari bahwa ia sendiri telah melakukan hal yang sama. Hari berikutnya, Ardi memutuskan untuk mengambil langkah besar. Ia mendekati guru matematika mereka dan mengakui bahwa ia sering menyontek dari temannya. Guru itu tidak marah, tetapi memberikan sebuah nasihat yang mendalam. "Ardi, kamu memilih jalan yang salah untuk mendapatkan hasil. Korupsi dalam bentuk apapun, baik itu di dunia nyata atau di sekolah, hanya akan merusak dirimu sendiri. Kejujuran dan kerja keras adalah kunci untuk mencapai kesuksesan yang sejati," kata guru tersebut. Ardi merasa ringan setelah mengakui kesalahannya. Ia bertekad untuk mulai mengerjakan tugas dengan usaha sendiri, tanpa menyontek lagi. Meskipun langkah itu tidak mudah, ia tahu bahwa ia harus berjuang untuk menjadi lebih baik, bukan hanya di mata orang lain, tetapi juga di mata dirinya sendiri. Sejak saat itu, Ardi mulai belajar dengan lebih giat dan tekun. Nilai-nilainya tidak langsung sempurna, tetapi ia merasa bangga karena ia mendapatkan hasil tersebut dengan usaha sendiri. Dan, meskipun ia tahu prosesnya akan panjang, Ardi percaya bahwa kejujuran dan kerja keras akan membawa hasil yang lebih baik daripada jalan pintas yang penuh dengan kecurangan. Dika, yang awalnya merasa kecewa, akhirnya melihat perubahan pada Ardi. Mereka berdua kini belajar bersama, saling mendukung tanpa ada yang menyontek, dan itu membuat hubungan mereka menjadi lebih baik. Ardi pun sadar, bahwa dalam hidup, kejujuran adalah hal yang paling penting, lebih dari sekadar nilai atau penghargaan. 

Popular

Program Tebar Quran Ekstrakurikuler Tim Penghafal Quran (TPQ)

Pada hari Jum'at, 3 Oktober 2025 Ekstrakurikuler di SMA PGII 2 Bandung yaitu Tim Penghafal Qur'an (TPQ) dan Keluarga Remaja Islam (KRI) melaksanakan salah satu program charity yaitu Tebar Qur'an. Program ini dilaksanakan dengan tujuan untuk melatih dan membiasakan siswa dan siswi bersedekah, terlebih untuk tabungan amal jariyah dengan berwakaf Iqro dan Al-Qur'an. Alhamdulillah selama kurun waktu 6 bulan para anggota esktrakurikuler berinfaq dan sodaqoh berhasil menyalurkan 10 pcs mushaf Al-Qur'an dan 20 pcs Iqro kepada Madrasah Al-Furqon yang berlokasi di Kp Panyandaan Kabupaten Bandung. Kegiatan tebar Qur'an dimulai pada sore hari sepulang dari aktivitas persekolahan dengan runtutan acara penyerahan Iqro dan Al-Qur'an kepada pengurus dan santri madrasah Al-Furqon dan dilanjutkan dengan kegiatan mengajar yang diisi langsung oleh para anggota TPQ dan KRI yang tentunya menjadi pengalaman yang baik untuk turut berkontribusi dalam mengenalkan dan  mengajarkan Kalam Allah. Harapannya, kegiatan tebar Qur'an ini tidak hanya dilaksanakan sekali namun terus menjadi kegiatan yang berkelanjutan serta semakin menumbuhkan rasa cinta terhadap sesama melalui keberkahan Al-Qur'an.

Peringati Maulid Nabi Sebagai Wujud Mahabbah

Pagi Jum'at, 12 September DKM Al-Muttaqien PGII 2 Bandung menggelar Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan kegiatan utama yaitu Tabligh Akbar. Kegiatan rutin Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) ini merupakan kerja sama dan kolaborasi antara Dewan Kemakmuran Masjid Al-Muttaqien PGII 2 dengan SMP dan SMA PGII 2 Bandung. Semua civitas mengikuti kegiatan ini dengan khidmat. Dari mulai Siswa Siswi SMP-SMA, Bapa Ibu Guru, serta seluruh Karyawan yang berada di lingkungan PGII 2.Tujuan dari pada kegiatan ini tidak lain adalah untuk lebih mengenal dan lebih menumbuhkan mahabbah (kecintaan) kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Acara di mulai di pagi hari dengan pembiasaan akbar, dilanjutkan dengan sesi hiburan Islami. Setelah itu dilanjutkan kepada acara inti yaitu mendengarkan Mau'idzah Hasanah dari Penceramah Ust. Yudi Jenalludin, S.Sos,I., M.Pd. Pesan utama yang disampaikan 'Marilah dengan momentum Maulid Nabi kita merubah akhlak dengan minimal melaksanakan sunnah Rasul'.Harapannya, setelah menyimak apa yang disampaikan oleh Penceramah, kita bisa melaksanakan akhlak Rasulullah dalam kehidupan sehar-hari. Baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Begitu pesan yang disampaikan oleh Bapak Kepala SMA PGII 2 dalam sambutannya.

Bimbingan Karir Bersama Sahrul Gunawan

Pada hari Kamis, 10 September 2025, SMA PGII 2 menggelar Seminar Bimbingan Minat Karir Siswa yang bertempat di aula sekolah. Acara ini diikuti oleh seluruh siswa kelas XII dengan tujuan membantu siswa melanjutkan pendidikan di sekolah kedinasan.Kegiatan dimulai dengan sambutan oleh kepala sekolah yang menyampaikan bahwa sekolah memfasilitasi siswa siswi yang ingin melanjutkan pendidikan di sekolah kedinasan dengan mendatangkan lembaga bimbingan belajar rumahtaruna.com yang dipimpin oleh Bapak Haji Sahrul Gunawan, SE., M.Ag. Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan pelatihan dan motivasi yang disampaikan langsung oleh Founder rumahtaruna.com yaitu Bapak Haji Sahrul Gunawan, SE., M.Ag.Acara berlangsung dengan penuh khidmat dan antusiasme siswa siswi. Penyaji menyampaikan hal-hal penting yang berkaitan dengan motivasi dan persiapan ketika akan melanjutkan pendidikan di sekolah kedinasan. Yang paling menarik adalah penyaji menyampaikan mengenai 'Identitas dan Pola Perubahan'. Perubahan yang langgeng tidak hanya soal apa yang kita lakukan, tapi juga kita ingin menjadi siapa.Jika kita mengubah identitas, perilaku akan otomatis mengikuti.Contoh: bukan “saya ingin membaca buku”, tapi “saya adalah seorang pembaca”Ketika identitas sudah berubah, kebiasaan baru menjadi bagian dari diri kita, bukan sekadar aktivitas.Dengan terlaksananya kegiatan ini, diharapkan dapat menambah motivasi siswa siswi kelas XII untuk melanjutkan pendidikan khususnya di sekolah kedinasan.Selain seminar, sekolah juga menjalin kerjasama dengan rumahtaruna.com sebagai komitmen awal dalam memfasilitasi siswa siswi melanjutkan ke tahap pendidikan selanjutnya.

Kondusifkan Suasana Belajar, SMA PGII 2 Bandung Laksanakan Pembelajaran Online Sementara

Bandung – SMA PGII 2 Bandung resmi mengumumkan pelaksanaan pembelajaran secara Hybrid/Online yang dimulai pada Senin, 1 September 2025. Kebijakan ini disampaikan melalui surat edaran bernomor 421.3/068/SMA PGII 2/VIII/2025 yang ditujukan kepada orang tua/wali murid kelas X, XI, dan XII.Kebijakan tersebut menindaklanjuti surat edaran Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Nomor: 20499/PK.01/SEKRE tertanggal 27 Agustus 2025 mengenai imbauan menjaga kondusivitas proses belajar mengajar, serta upaya menciptakan suasana belajar yang aman, nyaman, dan kondusif. Hal ini juga dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap rencana aksi/demo besar-besaran di sejumlah titik yang berpotensi mengganggu keamanan dan kelancaran proses pembelajaran tatap muka.Kepala SMA PGII 2 Bandung, Drs. Salehuddin Hs., M.Pd.I, menyampaikan bahwa orang tua diharapkan berperan aktif dalam memastikan putra-putrinya mengikuti pembelajaran dari rumah dalam kondisi sehat, disiplin, dan fokus belajar. Peserta didik juga diimbau untuk tidak melakukan aktivitas di luar rumah yang dapat mengganggu konsentrasi belajar.Adapun teknis pelaksanaan pembelajaran daring diatur sebagai berikut:Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dimulai pukul 06.30 WIB.Tilawah tetap dipandu oleh guru pada jam pertama.Pembelajaran menggunakan platform Google Classroom.Guru mengajar sesuai dengan jadwal pelajaran.Siswa diwajibkan memakai seragam sekolah.Absensi kehadiran tetap berlaku.Seluruh kegiatan pembelajaran dipantau oleh guru piket KBM.Pihak sekolah menegaskan bahwa peserta didik yang tidak mengikuti pembelajaran sesuai ketentuan akan dicatat sebagai ketidakhadiran sesuai aturan yang berlaku.“Dengan dukungan orang tua serta kedisiplinan siswa, kami berharap pembelajaran hybrid/online ini dapat berjalan lancar, tetap produktif, dan kondusif,” ujar Kepala Sekolah dalam edaran tersebut.

Debat Calon Ketua OSIS SMA PGII 2 Bandung Periode 2025/2026

Bandung, 28 Agustus 2025 – SMA PGII 2 Bandung menggelar debat terbuka calon Ketua OSIS periode 2025/2026 di aula sekolah. Acara ini diikuti oleh seluruh siswa, dewan guru, serta pembina OSIS dengan penuh antusias dan menjadi momen penting dalam proses regenerasi kepemimpinan di lingkungan sekolah.Tiga kandidat calon Ketua OSIS tampil dalam debat tersebut, yaitu M. Hady Mirza (01), Fathiah Ryuki Wardhani (02), dan Safa Safinatun Naja (03). Ketiganya menyampaikan visi dan gagasan yang berbeda namun sama-sama bertujuan untuk memajukan OSIS SMA PGII 2 Bandung.Hady Mirza menekankan pentingnya disiplin, tanggung jawab, dan kebersamaan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang harmonis.Fathiah Ryuki Wardhani membawa konsep OSIS HEBAT (Harmonis, Energik, Berprestasi, Aspiratif, Tangguh) dengan menekankan kreativitas, prestasi, dan nilai keagamaan.Safa Safinatun Naja menyoroti peran OSIS sebagai organisasi berkarakter yang mampu menyalurkan aspirasi serta mengembangkan minat dan bakat siswa.Debat berlangsung interaktif dengan adanya sesi tanya jawab dari panelis guru maupun audiens siswa. Setiap kandidat berusaha menjawab dengan argumentasi yang jelas, menunjukkan kemampuan kepemimpinan dan kesiapan untuk menjadi Ketua OSIS.Setelah debat, proses demokrasi berlanjut dengan pelaksanaan pemungutan suara (hak pilih) pada hari Jumat, 29 Agustus 2025. Seluruh siswa SMA PGII 2 Bandung diberikan kesempatan untuk memberikan suara mereka, menentukan siapa yang akan menjadi Ketua OSIS periode 2025/2026.Kegiatan ini diharapkan dapat melahirkan pemimpin muda yang visioner, bertanggung jawab, dan mampu menjadi teladan bagi seluruh siswa.Calon Ketua OSIS SMA PGII 2